~ Cerpen: "Katakan Amin" ~

“ Ian, bangun ! “ teriak mama dari balik pintu kamar dan disusul dengan suara ketukan. Aku tak menjawab. Dengan malas – malasan aku mencoba bangkit. Dengan gontai aku berjalan menuju kamar mandi.
     Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah sebagai siswa kelas X. Sampai disekolah, aku segera berlari mencari – cari namaku pada selembar kertas yang tertempel pada kaca jendela setiap kelas. Ekor mataku berhenti pada satu nama yang tertempel di kaca jendela kelas X-8. Adrian Herlambang. Aku memasuki kelas baruku, hanya ada satu bangku kosong yang tersisa. Disampingnya, duduk seorang gadis putih, ya lumayan cantik menurutku.aku lalu duduk, karena hanya itu pilihan yang ada.
     “ Hai, “ sapaku buat membuka pembicaraan. Dia tak segera menjawab. Hanya tersenyum simpul.
     “ Aku Adrian. Adrian Herlambang, “ aku mengulurkan tangan. Lagi – lagi dia kembali tersenyum. Lalu menjawab uluran tanganku.
     “ Aku Fara. Fara Latishya, “ jawabnya singkat. Setelah perkenalan pagi itu, aku tak lagi berbicara dengan dia. Bahkan hanya untuk sekedar basa – basi. Sama sekali.
     Hingga semester dua, kami menjadi teman sebangku. Fara adalah tipe anak yang pendiam. Berbicara hanya ketika dia ingin. Selebihnya tak pernah.
     Selama kita sebangku, selama itulah aku menyimpan perasaan kepadanya. Entah perasaan apa itu. Apakah perasaan sayang, suka, atu hanya sekedar rasa kagum pada kecantikannya. Aku tak tahu. Ketika berjalan di koridor, aku berpapasan dengan Fara. Lalu saling melemparakan senyum satu sama lain. Mataku mengekor bayangan Fara hingga ia hilang di belokan menuju kamar mandi.
     Setiap hari, aku memperhatikannya. Tetapi, mungkin dia tak tahu, atau berpura – pura tak tahu.
                                                        ***
     Hari senin, aku hanya bisa berkata dalam hati, “ I hate Monday ! “. Setelah upacara, pelajaran Agama, Pak Burhan, guru paling gokil diantara semua guru. Dia bisa membawa suasana menjadi seru. Pak Burhan melangkah memasuki kelasku. Berceloteh tentang akhlak. Aku tak memperhatikannya. Aku hanya sesekali melirik Fara, dia diam, menatap ke arah Pak Burhan, konsentrasi pada pelajaran. Aku memperhatikannya. Dia tetap diam. Tak merasa jika dia sedang di perhatikan. Ahkan ketika Pak Burhan menyelipkan candaan di dalam pelajaran, seluruh isi kelas tertawa, Fara hanya tersenyum.
     Kudengar Pak Burhan berkata, “ Aminkanlah kalimat – kalimat yang baik, “. Aku tersenyum. Mencerna kalimat itu dalam – dalam.

                                                         ***
    
     Hari ini, aku bertekad untuk menyatakan perasaan kepada Fara. Tak peduli dengan jawaban yang akan kuterima nantinya. Yang terpenting, aku sudah jujur mengenai perasaanku. Aku diam. Diam memikirkan strategi pernyataan cintaku pada Fara. Dan aku teringat kalimat Pak Burhan hari Senin lalu.
     Ya, aku akan menggunakan kalimat itu untuk menyatakan cinta pada Fara.
     Bel masuk berbunyi dengan lantang. Aku duduk disamping Fara yang sibuk membaca buku. Aku memperhatikannya. Dari rambutnya hingga cara ia duduk. Aku mulai menuliskan sebuah kalimat : “ Semoga, hubungan kita lebih dari teman “. Dan kusodorkan kertas itu kehadapan Fara.
     “ Daripada baca buku kayak gitu, mending baca ini deh,” kataku sambil menyodorkan kertas.
     “ Apa ini ? “ Fara tampak bingung.
     “ Tapi janji, kamu harus bilang amin setelah kamu baca tulisan ini, “ ucapku dengan masih memegang kertas itu. Belum kulepaskan. Fara menerima kertas itu dan mulai membukanya perlahan. Disaat itulah rasanya degup jantungku menjadi tak karuan dan rasanya aliran darahku berhenti berdesir. Saat itu juga.
     Fara tersenyum. Tersipu. Dan kata yang kuinginkan, kata “ amin “ kemudian terucap lirihdari mulut Fara. Aku tersenyum bahagia. Ingin rasanya aku melompat kegirangan. Hanya saja keadaan yang tak mengizinkanku untuk melakukannya. Karena aku sekarang di dalam kelas, dan banyak orang disini. Tentu aku akan malu. Tapi yang jelas aku akan bahagia. Dan kulanjutkan untuk menembak Fara. Kugenggam tangan Fara. Dia menatapku. “Jadi, kesimpulannya kamu mau menerimaku?” tanganku dengan harap – harap cemas agar Fara mengiyakan. Dia mengangguk lalu mengiyakan.

                                                        ***

     Dan kini sudah hampir 2 tahun aku menjalin hubungan dengan Fara. Cukup romantis. Dan kuharap akan menjadi hubungan yang selalu romantis dan selamanya romantis. AMIN.

0 komentar:

Posting Komentar